Mekanisme Transportasi Batuan Sedimen
Rabu, 22 Februari 2023
Selasa, 14 Februari 2023
Fase-Fase Pengembangan Destinasi Melalui Tourist Area Life Cycle (TALC)
Fase-Fase Pengembangan Destinasi Melalui Tourist Area Life Cycle (TALC)
Gambar 1 : Pemodelan Destinasi Wisata
Pemodelan Tourist Area Life Cycle (TALC) yang diciptakan oleh Butler (1978) – Lihat Gambar 2.
Gambar 2: Tourist Area Life Cycle (TALC) by Richard Butler (1978)
Model fase TALC merupakan model yang dikembangkan dari keilmuan pemasaran dan bisnis melalui model Product Life Cycle (PLC)-nya yang sangat terkenal dikalangan product manager dan pemasar. Mungkin agak terkesan rumit, namun model TALC ini justru sangat membantu pengelola destinasi untuk mengetahui daerahnya di fase mana. TALC adalah model linear sederhana yang dikategorikan menjadi 6 fase, yaitu:
- Fase Explorasi (Exploration)
Fase ini adalah fase dimana suatu daerah baru mulai akan mengembangkan daerahnya menjadi destinasi wisata. Jenis atraksinya mayoritas bertemakan alam dan budaya yang belum dikembangkan secara serius. Fase ini merupakan fase awal ketika pemerintah daerah dan masyarakatnya mulai memikirkan untuk mengembangkan pariwisata daerahnya, melihat potensi yang dimilikinya. Inilah waktu yang tepat dimana perencanaan visi pariwisata (tourism visioning) mulai dipikirkan. Contoh daerah yang masuk tahap ini adalah Kawasan Ekonomi Khusus yang baru ditetapkan oleh pemerintah seperti KEK Tanjung Gunung di Pulau Bangka.
- Fase Keterlibatan (Involvement)
Fase ini merupakan fase dimana pengembangan destinasi wisata mulai serius dilakukan dan sektor pariwisata mulai dijadikan sebagai sumber pemasukan. Homestay mulai berkembang, investor mulai tertarik untuk berbisnis, pemerintah dituntut untuk mengembangkan infrastruktur dasar seperti jalan, bandara, fasilitas kesehatan, dan program pemberdayaan masyarakat. Pada fase ini juga sudah mulai terlihat musim kunjungan wisatawan. Selain itu sering terjadi kontak antara wisatawan dengan masyarakat lokal. Contoh daerah yang termasuk fase ini adalah Kabupaten Kendal yang mulai mengembangkan pariwisatanya dibawah kepemimpinan Bupati baru.
- Fase Pengembangan (Development)
Pada fase ini, pasar wisatawan sudah terdefinisi dengan baik. Kontrol dan keterlibatan masyarakat mulai berkurang akibat adanya campur tangan pemerintah pusat dalam pengembangan pariwisata dan infrastruktur. Atraksi utama mulai dikembangkan. Investor asing mulai masuk yang terdorong karena adanya pertumbuhan angka kunjungan wisatawan yang tinggi serta adanya potensi pasar wisatawan baru. Contoh destinasi yang masuk di fase ini adalah Mandalika, Lombok yang sedang mengembangkan Sports Tourism dengan sirkuit MotoGP Mandalika.
- Fase Konsolidasi (Consolidation)
Saat fase konsolidasi, pertumbuhan pariwisata mulai melambat. Hal ini bisa berarti dua kemungkinan. Yang pertama perlambatan ini disengaja karena pengelola destinasi ingin membatasi kunjungan dengan memberlakukan carrying capacity untuk menekan dampak negatif bagi destinasi. Selain itu juga bisa jadi pengelola ingin merubah segmen pasar menjadi lebih eksklusif. Kemungkinan yang kedua perlambatan tersebut tidak disengaja dikarenakan kejenuhan pasar dan kurangnya inovasi produk. Contoh destinasi yang tergolong fase ini adalah Labuan Bajo dengan Komodonya. Pemerintah pusat mencanangkan destinasi ini menjadi super premium yang mana hal ini juga dimaksudkan untuk menjaga kelestarian ekosistem dan kelangsungan hewan dilindungi Komodo agar terhindar dari arus pariwisata massal.
- Fase Stagnan (Stagnation)
Fase stagnan ditujukan untuk destinasi yang berada pada titik jenuh. Dampak dari pariwisata massal sangat jelas terlihat seperti sampah, degradasi sosial budaya, dan juga kebocoran ekonomi (economic leakage) yang tinggi. Akibatnya destinasi wisata jika tidak melakukan inovasi atau memikirkan ulang terhadap pola pembangunannya, wisatawan loyal tidak akan berkunjung lagi dan berpotensi menyebabkan penurunan jumlah kunjungan atau fase decline. Contoh destinasinya yang sedikit banyak menunjukan gejala ini adalah Bali Selatan dengan Kuta dan Legian-nya.
- Fase Peremajaan (Rejuvenation) & Penurunan (Decline)
Ada dua kemungkinan jika suatu destinasi sudah terjebak dalam fase stagnan. Pertama adalah terjadi penurunan atau declining dan yang kedua adalah melakukan inovasi dan berhasil masuk ke fase peremajaan. Peremajaan dan inovasi adalah fase yang dibutuhkan untuk dapat bertahan setelah fase stagnan. Hal ini sangat bergantung terhadap perencanaan yang matang dan rencana aksi yang syarat inovasi dan adaptif. Contoh yang dapat dilakukan oleh destinasi adalah pengembangan atraksi baru, pembangunan kepariwisataan berbasis pariwisata berkelanjutan, perubahan target pasar wisatawan, atau bisa juga dilakukan perubahan menengah dengan melakukan penyesuaian dan peningkatan terhadap fasilitas dan infrastruktur pariwisata.
Maka dari itu, hal yang pertama harus dilakukan oleh pengelola destinasi baik swasta maupun pemerintah adalah mengenali terlebih dahulu dimana destinasi berada. Selanjutnya adalah menentukan strategi dan rencana aksi yang disesuaikan dengan fasenya masing-masing.
Senin, 12 September 2022
POLA PERKEMBANGAN DAN BENTUK KOTA
Pola Perkembangan dan Bentuk Kota
Selanjutnya menurut (Alexander, J.W. dalam Jayadinata, T. Johara 1999:179), bahwa karena keadaan topograpi tertentu atau karena perkembangan sosial ekonomi tertentu, akan berkembang beberapa pola perkembangan kota, yaitu pola menyebar, pola sejajar dan pola merumpun.
Pola menyebar (dispersed pattern) dari perkotaan terjadi pada keadaan topograpi yang seragam dan ekonomi yang homogen.
Pola sejajar (linnier pattern) dari perkotaan terjadi sebagai akibat adanya perkembangan sepanjang jalan, lembah, sungai atau pantai.
Pola merumpun (clustered pattern) dari perkotaan terjadi pada topograpi agak datar tetapi terdapat beberapa relief lokal yang nyata dan sering kali berkembang berhubungan dengan pertambangan.
Pola perkembangan kota di atas t
Pola Umum Perkembangan Perkotaan (Branch, 1996) |
- Bentuk satelit dan pusat-pusat baru (satelite and neighbourhood plans), kota utama dengan kota-kota kecil akan dijalin hubungan pertalian fungsional yang efektif dan efisien;
- Bentuk stellar atau radial (stellar or radial plans), tiap lidah dibentuk pusat kegiatan kedua yang berfungsi memberi pelayanan pada areal perkotaan dan yang menjorok ke dalam direncanakan sebagai jalur hijau dan berfungsi sebagai paru-paru kota, tempat rekreasi dan tempat olah raga bagi penduduk kota;
- Bentuk cincin (circuit linier or ring plans), kota berkembang di sepanjang jalan utama yang melingkar, di bagian tengah wilayah dipertahankan sebagai daerah hijau terbuka;
- Bentuk linier bermanik (bealded linier plans), pusat perkotaan yang lebih kecil tumbuh di kanan-kiri pusat perkotaan utamanya, pertumbuhan perkotaan hanya terbatas di sepanjang jalan utama maka pola umumnya linier, dipinggir jalan biasanya ditempati bangunan komersial dan dibelakangnya ditempati permukiman penduduk;
- Bentuk inti/kompak (the core or compact plans), perkembangan kota biasanya lebih didominasi oleh perkembangan vertikal sehingga memungkinkan terciptanya konsentrasi banyak bangunan pada areal kecil;
- Bentuk memencar (dispersed city plans), dalam kesatuan morfologi yang besar dan kompak terdapat beberapa urban center , dimana masing-masing pusat mempunyai grup fungsi-fungsi yang khusus dan berbeda satu sama lain; dan
- Bentuk kota bawah tanah (under ground city plans), struktur perkotaannya dibangun di bawah permukaan bumi sehingga kenampakan morfologinya tidak dapat diamati pada permukaan bumi, di daerah atasnya berfungsi sebagai jalur hijau atau daerah pertanian yang tetap hijau.
Beberapa alternatif bentuk kota tersebut terlihat pada Beberapa Alternatif Bentuk Kota:
Rabu, 29 Juni 2022
INTERAKSI DESA DAN KOTA
Interaksi merupakan suatu proses yang sifatnya timbal balik dan mempunyai pengaruh terhadap perilaku dari pihak-pihak yang bersangkutan melalui kontak langsung, berita yang didengar, atau surat kabar. Interaksi adalah hubungan antara dua wilayah atau lebih yang dapat menimbulkan gejala atau masalah baru. Interaksi antarkota dapat terjadi karena berbagai faktor atau unsur yang ada dalam salah satu kota, antara lain: kemajuan masyarakat kota, perluasan jaringan jalan dari satu kota ke kota lain, dan kebutuhan timbal balik antara kota itu dari integrasi atau pengaruh kota terhadap kota yang lainnya. Menurut Edward Ullman, ada tiga faktor utama yang memengaruhi timbulnya interaksi antar wilayah.
Interaksi antara dua kelompok manusia satu dengan kelompok lainnya sebagai produsen dan konsumen serta barang-barang yang diperlukan, menunjukkan adanya gerakan (movement). Produsen suatu barang umumnya terletak ditempat tertentu dalam ruang geografis (geographical space), sedang para pelanggan tersebar dengan berbagai jarak di sekitar produsen. Sebelum terjadi transaksi harus ada gerakan terlebih dulu.
Frekuensi gerakan antara produsen dan pelanggan dipengaruhi oleh prinsip optimalisasi, oleh persyaratan “treshold”yaitu jumlah minimal penduduk yang diperlukan, dalam hal ini adalah pemakai yang dapat dipakai sebagai dasar perhitungan untuk mendirikan suatu unit usaha .Faktor “range” jarak juga merupakan faktor penting yang menentukan interaksi antar wilayah. Luas sempitnya areal interaksi tergantung pada:
- Tinggi rendah treshold
- Padat tidaknya kawasan
- Perbedaan kultur dan perbedaan daya beli penduduk
- Faktor lain yang berpengaruh
Teori-Teori Interaksi
Teori indeks konektivitas pertama kali dikemukakan oleh K.J. Kansky dalam tulisannya berjudul “Structure of transportation Networks”. Faktor yang mendukung kekuatan interaksi antar wilayah diantaranya adalah transportasi. Kualitas sarana dan prasarana transportasi sangat memperlancar mobilitas barang dan jasa dari suatu tempat ke tempat lain. Suatu wilayah dengan wilayah lain dihubungkan oleh jalur-jalur transportasi sehingga membentuk pola-pola jaringan tertentu dalam ruang di muka bumi (spatial network system). K.J. Kansky merumuskan, untuk mengetahui kekuatan interaksi antar wilayah dilihat dari jaringan jalan dengan rumus indeks konektivitas.
Rabu, 06 April 2022
10 SIFAT FISIK MINERAL
Semua materi mineral memiliki susunan kimiawi tertentu dan disusun oleh atom – atom yang teratur. Setiap mineral mempunyai sifat kimia ataupun fisika yang berbeda antara mineral satu dengan mineral yang lainnya. Dengan mempelajari sifat – sifat tersebut, setiap mineral akan mudah untuk diidentifikasi susunan kimianya dalam batasan tertentu. Sifat – sifat fisik mineral berupa:
1. Struktur (Form)
Bentuk – bentuk mineral dapat dikatakan kristalin apabila mineral tersebut memiliki bidang kristal yang cukup jelas dan khas atau disebut dengan amorf. Kekhasan yang dimiliki mineral kristalin dapat berupa:
- Bangun kubus: galena, pirit.
- Bangun pimatik: piroksen, ampibole.
- Bangun doecahedon: garnet.
- Mineral amorf: chert, flint.
Mineral – mineral yang ada di alam biasanya jarang ditemui dalam bentuk kristalin, hal ini disebabkan adanya gangguan dari proses – proses lain. Sehingga dalam proses pembentukannya mineral tersebut bergantung pada kondisi lingkungannya, biasanya akan mengakibatkan bentuk mineral kristal yang khas bisa berdiri sendiri maupun berkelompok. Kelompok mineral kristal atau agrasi mineral dapat dikelompokan berdasarkan strukturnya, yaitu:
- Struktur granular atau struktur butiran
Terdiri atas butiran – butiran mineral yang memiliki dimensi yang sama atau isometrik. Berdasarkan ukuran butirannya, dapat dibedakan menjadi penerokristalin/kriptokristalin yaitu mineral yang dapat dilihat dengan mata telanjang dan sakaroidal yaitu mineral yang memiliki ukuran sebesar gula pasir.
- Struktur kolom
Terdiri atas bentuk prisma panjang dan ramping. Jika bentuk prisma tersebut cukup panjang dan halus, maka mineral tersebut mempunyai struktur fibrous atau struktur berserat. Struktur kolom sendiri dibedakan menjadi struktur jaring – jaring (retikuler), struktur bintang (stelated) dan radier.
- Struktur lembaran atau lameler
Terdiri atas lembaran – lembaran mineral. Individu – individu dari mineral yang berbentuk pipih disebut struktur tabuler contohnya yaitu mika. Struktur lembaran dibedakan menjadi 2 yaitu struktur konsentris, tabular dan foliasi.
- Struktur imitasi
Merupakan kelompok mineral yang memiliki kemiripan dalam hal bentuk dengan benda lain, seperti asikular, filiformis, membilah dan lain sebagainya. Biasanya mineral ini dapat berkelompok maupun berdiri sendiri.
2. Pecahan (Fracture)
Pecahan mineral terbagi menjadi:
- Concoidal: pecahan yang membentuk gelombang melengkung pada permukaan pecahan, seperti pecahan botol atau kenampakan kulit kerang, contohnya yaitu kuarsa.
- Splintery/Fibrous: pecahan yang memperlihatkan seperti serat. Contohnya yaitu asbes, augit dan hipersten.
- Even: pecahan yang dihasilkan bentuk permukaan yang halus. Contohnya limonit.
- Uneven: pecahan yang dihasilkan memiliki bentuk permukaan yang kasar. Contohnya magnetit, hematite, kalkopirite dan garnet.
- Hackly: pecahan tersebut menghasilkan permukaan yang kasar, tidak teratur dan runcing – runcing. Contohnya yaitu native elemen emas dan perak.
3. Kilap (Luster)
Kilap adalah kesan yang diberikan oleh mineral saat terkena pantulan cahaya. Kilap sendiri dibedakan menjadi 2 yaitu:
- Kilap Logam: Pantulan oleh cahaya memberikan kesan seperti logam. Kilap jenis ini biasa ditemukan pada mineral yang mengandung logam atau mineral bijih seperti emas, pirit, kalkopirit dan galena.
- Kilap Non Logam: Kilap ini tidak memberikan kesan logam saat terkena cahaya. Kilap non logam dapat dibedakan menjadi:
- Kilap kaca atau vitreous luster: kesan yang diberikan seperti kaca saat terkena cahaya. Contohnya yaitu kuarsa, kalsit dan halit.
- Kilap intan atau adamantine luster: kasan yang diberikan seperti intan saat terkena cahaya contohnya intan.
- Kilap sutera atau silky luster: memberikan kesan seperti sutera dan biasanya ditemukan pada mineral yang memiliki struktur serat, seperti gipsum, asbes dan aktinolit.
- Kilap damar atau resinous luster: kasan yang diberikan seperti damar, contohnya resin dan sfalerit.
- Kilap mutiara atau pearl luster: kesan yang diberikan seperti mutiara atau bagian dalam dari cangkang kerang, contohnya yaitu talk, muskovit, dolomit dan tremolit.
- Kilap lemak atau greasy luster: mirip dengan sabun atau lemak, contohnya talk dan serpentin.
- Kilap tanah: memiliki kenampakan buram seperti halnya tanah, contohnya kaolin, bentonit, dan limonit.
4. Kekerasan (Hardness)
Ketahanan suatu mineral terhadap goresan itulah yang dinamakan kekerasan dalam mineral. Untuk mengetahui tingkat kekerasan mineral, secara relatif dapat menggunakan skala Mohs yang dimulai dari angka 1 yang artinya paling lunak hingga angka 10 yang berarti mineral tersebut paling keras. Skala Mohs meliputi:
(1) Talk
(2) Gipsum
(3) Kalsit
(4) Fluorit
(5) Apatit
(6) Feldspar
(7) Kuarsa
(8) Topaz
(9) Korundum
(10) Intan
Seperti yang kita ketahui jika skala Mohs merupakan skala yang relatif. Untuk mengukur kekerasan ini, dapat menggunakan alat – alat sederhana seperti kuku, pisau baja dan lain sebagainya, seperti pada daftar di bawah ini:
Alat Penguji[/th] [th]Derajat Kekerasan Mohs
Kuku Manusia[/td] [td]2,5
Kawat Tembaga[/td] [td]3
Pecahan Kaca[/td] [td]5,5 – 6
Pisau Baja[/td] [td]5,5 – 6
Kikir Baja[/td] [td]6,5 – 7
5. Warna (Colour)
Warna pada mineral adalah kenampakan yang dapat dilihat secara langsung jika terkena cahaya. Warna mineral dibedakan menjadi:
- Idiokromatik
Warna mineral akan selalu sama atau tetap. Biasanya ditemukan pada mineral – mineral yang tidak bisa tembus cahaya (opak), seperti magnetik, pirit dan galena.
- Alokromatik
Warna mineral tidak tetap atau dapat berubah, hal ini tergantung dari meterial pengotornya dan biasanya dapat ditembus cahaya, seperti kalsit dan kuarsa.
6. Cerat (Streak)
Cerat merupakan warna dari mineral dalam wujud serbuk atau hancuran. Warna mineral ini dapat diperoleh jika mineral digoreskan pada bagian kasar seperti kepingan porselin atau dilakukan penumbukan mineral lalu dilihat warna bubuk tersebut. Cerat dapat sama dengan warna asli dari mineral namun ada juga yang berbeda, seperti contoh
- Pirit: berwarna keemasan, saat digores hasil serbuknya akan menjadi warna hitam.
- Hematit: berwarna merah, namun hasil serbuk akan berwarna merah kecoklatan.
- Biotite: cerat tidak berwarna
7. Belahan (Cleavage)
Belahan merupakan kenampakan dari mineral yang berdasarkan kemampuannya untuk membelah melalui bidang belahan yang rata dan juga licin. Biasanya bidang belahan berbentuk sejajar dengan bidang tertentu. Contoh mineral yang dapat membelah yaitu kalsit. Kalsit memiliki tiga arah belahan sedangkan untuk kuarsa, tidak memiliki belahan. Belahan sendiri terbagi menjadi:
- Belahan satu arah, contohnya: muscovite
- Belahan dua arah, contohnya: feldspar
- Belahan tiga arah, contohnya: halit dan kalsit
8. Berat Jenis (Specific Gravity)
Merupakan perbandingan antara berat pada mineral dengan volume mineral. Untuk mengetahui berat jenis mineral yaitu dengan cara menimbang terlebih dahulu mineral tersebut. Selanjutnya, untuk mendapatkan volume mineral, dapat dilakukan dengan memasukannya ke dalam air yang berada di gelas ukur. Volume air awal atau sebelum dimasukan mineral, dikurangi dengan volume air akhir atau setelah dimasukan mineral. Itulah jumlah volume mineral.
9. Kemagnetan
Sifat dari mineral terhadap gaya magnet. Berdasarkan reaksi mineral saat dipapar medan magnet, dibedakan menjadi tiga jenis:
- Ferromagnetik
Mineral – mineral ferromagnetik akan mudah untuk ditarik atau diterik dengan kuat jika terdapat medan magnet dari luar. Mineral ferromagnetik memiliki sifat kemagnetan yang permanen. Contohnya yaitu magnetit, pyrrhotit, isovite, symthite dan lain sebagainya.
- Paramagnetik
Mineral – mineral paramagnetik akan diterik oleh medan magnet hanya sementara saja. Mineral ini akan bersifat magnetik saat berada dekat disekitar medan magnet, jika dijauhkan dari medan magnet akan hilang sifat kemagnetannya. Contohnya yaitu hematit, pirit, olivin, mineral mika dan lain – lain.
- Diamagnetik
Mineral – mineral yang tidak akan tertarik oleh medan magnet. Mineral diamagnetik sebenarnya sedikit menolak medan magnet, dan yang termasuk mineral ini yaitu sulfur, kuarsa, calcite, ortoklas, gipsum, talk, intan dan lain – lain.
10. Sifat Dalam (Tenacity)
Merupakan sifat fisik mineral saat kita mematahkan, menghancurkan, membengkokkan, memotong atau mengiris. Dan yang termasuk ke dalam sifat dalam yaitu:
- Rapuh (brittle): mudah hancur namun biasa terpotong (kuarsa, pirit, kalsit)
- Mudah ditempa (malleable): bisa ditempa menjadi lapisan tipis (emas dan tembaga)
- Dapat diiris (secitile): mampu diiris dengan pisau, hasil irisan sangat rapuh (gypsum)
- Fleksibel: mineral dalam bentuk lapisan tipis, mampu dibengkokkan tanpa patah namun jika sudah bengkok tidak dapat kembali ke bentuk semula (talk dan selenit).
- Blastik: mineral dalam bentuk lapisan tipis,saat dibengkokkan dapat kembali ke bentuk semula jika dihentikan tekanannya (muskovit).