Rabu, 22 Februari 2023

Mekanisme Transportasi Batuan Sedimen

 Mekanisme Transportasi Batuan Sedimen


Batuan sedimen merupakan batuan yang terbentuk dari hasil pengendapan yang berasal dari sedimentasi mekanis (rombakan batuan asal), sedimentasi kimiawi (hasil penguapan larutan), dan sedimentasi organik (hasil akumulasi organik). Proses yang dialami batuan sedimen sebelum terbentuk menjadi batuan adalah transportasi, litifikasi, kompaksi, dan sementasi. Transportasi merupakan suatu proses dimana material-material pembentuk batuan sedimen terbawa dan terendapkan oleh adanya media air, angin, es, atau gletser. Transportasi batuan sedimen tergantung pada sifat material, sifat fisik dari agen transportasi, sifat fisik dari campuran agen transportasi dan material, serta gaya yang menyebabkan transportasi. Dua sifat yang mempengaruhi media untuk mengangkut partikel sedimen adalah berat jenis dan kekentalan media. Berat jenis media akan mempengaruhi gerakan media, terutama pada cairan. Kekentalan akan mempengaruhi kemampuan media untuk mengalir.
Mekanisme transportasi batuan sedimen dibagi menjadi tiga yaitu :

1) Transportasi suspensi (suspended load transport)
Transportasi suspensi merupakan mekanisme transportasi yang terjadi dimana partikel-partikel hasil pemecahan terbawa bersama air secara keseluruhan. Kecepatan arus akan mempengaruhi ukuran partikel yang dibawa. Semakin besar arus maka ukuran butir partikel lebih besar. Namun, kenyataan yang terjadi di alam hanya material partikel halus saja yang dapat terangkut oleh suspensi. Sifat dan struktur sedimen yang dihasilkan oleh transportasi suspensi ini adalah mengandung persentase masa dasar yang tinggi. Hal tersebut menyebabkan butirannya terlihat mengambang dalam masa dasar dan umumnya disertai pemilahan butir yang buruk. Pada transportasi suspensi, butiran sedimen yang diangkut tidak pernah menyentuh dasar aliran.

2) Transportasi bed load (bed load transport)
Transportasi bed load merupakan mekanisme transportasi yang terjadi dimana partikel yang lebih kasar dan padat bergerak sepanjang dasar perairan baik secara mengelinding, bergeser, atau meloncat-loncat. Hal tersebut terjadi disebabkan pengaruh tumbukan diantara partikel dan turbulensi, tetapi partikel tersebut selalu kembali ke dasar. Mekanisme transportasi dapat berubah dari suspensi menjadi bed load dan sebaliknya karena adanya perubahan kecepatan aliran. Mekanisme transportasi bed load dibedakan menjadi tiga yaitu :

a) Endapan arus pekat, sistem ini dihasilkan oleh kombinasi antara arus traksi dan suspense. Sistem arus ini biasanya menghasilkan endapan campuran antara pasir, lanau, dan lempung yang jarang-jarang berstruktur sialng siur dan lapisan bersususn. Arus pekat terjadi karena perbedaan kepekatan media. Hal itu disebabkan oleh perlapisan panas, turbiditi, dan perbedaan kadar garam. Akibat dari gravitasi, media yang lebih pekat akan mengalir di bawah media yang lebih encer.

b) Endapan arus traksi, sistem ini terjadi akibat arus suatu media yang membawa sedimen di dasarnya. Pada umumnya gravitasi lebih berpengaruh dari pada yang lainya seperti angin atau pasang-surut air laut. Sedimen yang dihasilkan oleh arus traksi ini umumnya berupa pasir yang berstruktur silang siur. Ciri yang dimiliki yaitu pemilahannya baik, tidak mengandung masa dasar, serta adanya perubahan besar butir mengecil ke atas (fining upward) atau ke bawah (coarsening upward) tetapi bukan lapisan bersusun (graded bedding). Dalam arus traksi dikenal dengan rezim aliran rendah (lower flow regime) dan rezim aliran tinggi (upper flow regime). Keduanya memilki hubungan terhadap arus searah dan silang siur. Dalam rezim aliran rendah, gaya dari gravitasi bumi lebih berpengaruh sehingga terbentuk onggokan-onggokan dan erosi. Sedangkan dalam rezim aliran tinggi, gaya momentum lebih berpengaruh dari pada gaya gravitasi sehingga akan membentuk onggokan yang lebih disebabkan oleh adanya penumpuan pada endapan yang lebih muda.

c) Endapan suspensi, endapan ini pada umumnya berbutir halus seperti lanau dan lempung yang dihembuskan oleh angin atau endapan lempung pelagik pada laut dalam.

3)  Transportasi Saltasi (saltation transport)

Saltasi artinya adalah meloncat. Transportasi ini umumnya terjadi pada sedimen berukuran pasir dimana aliran fluida yang ada mampu menghisap dan mengangkut sedimen pasir sampai akhirnya. Hal ini disebabkan oleh adanya gaya gravitasi yang mampu mengembalikan sedimen pasir tersebut ke dasar.

Gambar ini menunjukan proses mekanisme transportasi pada batuan sedimen









Mekanisme gerakan batuan sedimen

Mekanisme gerakan batuan sedimen yaitu pada dasarnya butiran-butiran sedimen bergerak di dalam media pembawa yang berupa cairan atau udara. Mekanisme tersebut terjadi dalam tiga cara yang berbeda yaitu menggelinding (rolling), menggeser (bouncing) dan larutan (suspension).


Gambar ini menunjukan mekanisme gerakan sedimen, dimana (A) adalah pergerakan sedimen dalam larutan (suspension), (B) adalah pergerakan sedimen dengan cara menggelinding (rolling), dan (C) adalah pergerakan sedimen 

Selasa, 14 Februari 2023

Fase-Fase Pengembangan Destinasi Melalui Tourist Area Life Cycle (TALC)

Fase-Fase Pengembangan Destinasi Melalui Tourist Area Life Cycle (TALC)


     Gambar 1 : Pemodelan Destinasi Wisata

Pengembangan Destinasi Melalui Tourist Area Life Cycle (TALC)

Pemodelan Tourist Area Life Cycle (TALC) yang diciptakan oleh Butler (1978) – Lihat Gambar 2.

TALC

Gambar 2: Tourist Area Life Cycle (TALC) by Richard Butler (1978)

Model fase TALC merupakan model yang dikembangkan dari keilmuan pemasaran dan bisnis melalui model Product Life Cycle (PLC)-nya yang sangat terkenal dikalangan product manager dan pemasar. Mungkin agak terkesan rumit, namun model TALC ini justru sangat membantu pengelola destinasi untuk mengetahui daerahnya di fase mana. TALC adalah model linear sederhana yang dikategorikan menjadi 6 fase, yaitu:

  1. Fase Explorasi (Exploration)

Fase ini adalah fase dimana suatu daerah baru mulai akan mengembangkan daerahnya menjadi destinasi wisata. Jenis atraksinya mayoritas bertemakan alam dan budaya yang belum dikembangkan secara serius. Fase ini merupakan fase awal ketika pemerintah daerah dan masyarakatnya mulai memikirkan untuk mengembangkan pariwisata daerahnya, melihat potensi yang dimilikinya. Inilah waktu yang tepat dimana perencanaan visi pariwisata (tourism visioning) mulai dipikirkan. Contoh daerah yang masuk tahap ini adalah Kawasan Ekonomi Khusus yang baru ditetapkan oleh pemerintah seperti KEK Tanjung Gunung di Pulau Bangka.

  1. Fase Keterlibatan (Involvement)

Fase ini merupakan fase dimana pengembangan destinasi wisata mulai serius dilakukan dan sektor pariwisata mulai dijadikan sebagai sumber pemasukan. Homestay mulai berkembang, investor mulai tertarik untuk berbisnis, pemerintah dituntut untuk mengembangkan infrastruktur dasar seperti jalan, bandara, fasilitas kesehatan, dan program pemberdayaan masyarakat. Pada fase ini juga sudah mulai terlihat musim kunjungan wisatawan. Selain itu sering terjadi kontak antara wisatawan dengan masyarakat lokal. Contoh daerah yang termasuk fase ini adalah Kabupaten Kendal yang mulai mengembangkan pariwisatanya dibawah kepemimpinan Bupati baru.

  1. Fase Pengembangan (Development)

Pada fase ini, pasar wisatawan sudah terdefinisi dengan baik. Kontrol dan keterlibatan masyarakat mulai berkurang akibat adanya campur tangan pemerintah pusat dalam pengembangan pariwisata dan infrastruktur. Atraksi utama mulai dikembangkan. Investor asing mulai masuk yang terdorong karena adanya pertumbuhan angka kunjungan wisatawan yang tinggi serta adanya potensi pasar wisatawan baru. Contoh destinasi yang masuk di fase ini adalah Mandalika, Lombok yang sedang mengembangkan Sports Tourism dengan sirkuit MotoGP Mandalika.

  1. Fase Konsolidasi (Consolidation)

Saat fase konsolidasi, pertumbuhan pariwisata mulai melambat. Hal ini bisa berarti dua kemungkinan. Yang pertama perlambatan ini disengaja karena pengelola destinasi ingin membatasi kunjungan dengan memberlakukan carrying capacity untuk menekan dampak negatif bagi destinasi. Selain itu juga bisa jadi pengelola ingin merubah segmen pasar menjadi lebih eksklusif. Kemungkinan yang kedua perlambatan tersebut tidak disengaja dikarenakan kejenuhan pasar dan kurangnya inovasi produk. Contoh destinasi yang tergolong fase ini adalah Labuan Bajo dengan Komodonya. Pemerintah pusat mencanangkan destinasi ini menjadi super premium yang mana hal ini juga dimaksudkan untuk menjaga kelestarian ekosistem dan kelangsungan hewan dilindungi Komodo agar terhindar dari arus pariwisata massal.

  1. Fase Stagnan (Stagnation)

Fase stagnan ditujukan untuk destinasi yang berada pada titik jenuh. Dampak dari pariwisata massal sangat jelas terlihat seperti sampah, degradasi sosial budaya, dan juga kebocoran ekonomi (economic leakage) yang tinggi. Akibatnya destinasi wisata jika tidak melakukan inovasi atau memikirkan ulang terhadap pola pembangunannya, wisatawan loyal tidak akan berkunjung lagi dan berpotensi menyebabkan penurunan jumlah kunjungan atau fase decline. Contoh destinasinya yang sedikit banyak menunjukan gejala ini adalah Bali Selatan dengan Kuta dan Legian-nya.

  1. Fase Peremajaan (Rejuvenation) & Penurunan (Decline)

Ada dua kemungkinan jika suatu destinasi sudah terjebak dalam fase stagnan. Pertama adalah terjadi penurunan atau declining dan yang kedua adalah melakukan inovasi dan berhasil masuk ke fase peremajaan. Peremajaan dan inovasi adalah fase yang dibutuhkan untuk dapat bertahan setelah fase stagnan. Hal ini sangat bergantung terhadap perencanaan yang matang dan rencana aksi yang syarat inovasi dan adaptif. Contoh yang dapat dilakukan oleh destinasi adalah pengembangan atraksi baru, pembangunan kepariwisataan berbasis pariwisata berkelanjutan, perubahan target pasar wisatawan, atau bisa juga dilakukan perubahan menengah dengan melakukan penyesuaian dan peningkatan terhadap fasilitas dan infrastruktur pariwisata.

Maka dari itu, hal yang pertama harus dilakukan oleh pengelola destinasi baik swasta maupun pemerintah adalah mengenali terlebih dahulu dimana destinasi  berada. Selanjutnya adalah menentukan strategi dan rencana aksi yang disesuaikan dengan fasenya masing-masing.  

Senin, 12 September 2022

POLA PERKEMBANGAN DAN BENTUK KOTA

 

Pola Perkembangan dan Bentuk Kota

Menurut R. Bintarto (1989:66-67), perkembangan kota dapat dilihat dari aspek zone-zone yang berada di dalam wilayah perkotaan. Dalam konsep ini Bintarto menjelaskan perkembangan kota tersebut terlihat dari penggunaan lahan yang membentuk zone-zone tertentu di dalam ruang perkotaaan sedangkan menurut (Branch,1995:52), bentuk kota secara keseluruhan mencerminkan posisinya secara geografis dan karakteristik tempatnya.



Selanjutnya menurut (Alexander, J.W. dalam Jayadinata, T. Johara 1999:179), bahwa karena keadaan topograpi tertentu atau karena perkembangan sosial ekonomi tertentu, akan berkembang beberapa pola perkembangan kota, yaitu pola menyebar, pola sejajar dan pola merumpun.
Pola menyebar (dispersed pattern) dari perkotaan terjadi pada keadaan topograpi yang seragam dan ekonomi yang homogen.
Pola sejajar (linnier pattern) dari perkotaan terjadi sebagai akibat adanya perkembangan sepanjang jalan, lembah, sungai atau pantai.
Pola merumpun (clustered pattern) dari perkotaan terjadi pada topograpi agak datar tetapi terdapat beberapa relief lokal yang nyata dan sering kali berkembang berhubungan dengan pertambangan.
Pola perkembangan kota di atas t
anah datar terlihat pada gambar:
Pola Umum Perkembangan Perkotaan (Branch, 1996)
Pola Umum Perkembangan Perkotaan (Branch, 1996)
Berdasarkan pada penampakan morfologi kota serta jenis penyebaran areal perkotaan yang ada, (Hudson dalam Yunus, 1999,133-141) mengemukakan beberapa alternatif model bentuk kota. Secara garis besar ada 7 buat model bentuk kota yang disarankan, yaitu;

  1. Bentuk satelit dan pusat-pusat baru (satelite and neighbourhood plans), kota utama dengan kota-kota kecil akan dijalin hubungan pertalian fungsional yang efektif dan efisien; 
  2. Bentuk stellar atau radial (stellar or radial plans), tiap lidah dibentuk pusat kegiatan kedua yang berfungsi memberi pelayanan pada areal perkotaan dan yang menjorok ke dalam direncanakan sebagai jalur hijau dan berfungsi sebagai paru-paru kota, tempat rekreasi dan tempat olah raga bagi penduduk kota; 
  3. Bentuk cincin (circuit linier or ring plans), kota berkembang di sepanjang jalan utama yang melingkar, di bagian tengah wilayah dipertahankan sebagai daerah hijau terbuka; 
  4. Bentuk linier bermanik (bealded linier plans), pusat perkotaan yang lebih kecil tumbuh di kanan-kiri pusat perkotaan utamanya, pertumbuhan perkotaan hanya terbatas di sepanjang jalan utama maka pola umumnya linier, dipinggir jalan biasanya ditempati bangunan komersial dan dibelakangnya ditempati permukiman penduduk; 
  5. Bentuk inti/kompak (the core or compact plans), perkembangan kota biasanya lebih didominasi oleh perkembangan vertikal sehingga memungkinkan terciptanya konsentrasi banyak bangunan pada areal kecil; 
  6. Bentuk memencar (dispersed city plans), dalam kesatuan morfologi yang besar dan kompak terdapat beberapa urban center , dimana masing-masing pusat mempunyai grup fungsi-fungsi yang khusus dan berbeda satu sama lain; dan 
  7. Bentuk kota bawah tanah (under ground city plans), struktur perkotaannya dibangun di bawah permukaan bumi sehingga kenampakan morfologinya tidak dapat diamati pada permukaan bumi, di daerah atasnya berfungsi sebagai jalur hijau atau daerah pertanian yang tetap hijau. 


Beberapa alternatif bentuk kota tersebut terlihat pada Beberapa Alternatif Bentuk Kota:

Alternatif Bentuk Kota

Rabu, 29 Juni 2022

INTERAKSI DESA DAN KOTA


           Interaksi merupakan suatu proses yang sifatnya timbal balik dan mempunyai pengaruh terhadap perilaku dari pihak-pihak yang bersangkutan melalui kontak langsung, berita yang didengar, atau surat kabar. Interaksi adalah hubungan antara dua wilayah atau lebih yang dapat menimbulkan gejala atau masalah baru. Interaksi antarkota dapat terjadi karena berbagai faktor atau unsur yang ada dalam salah satu kota, antara lain: kemajuan masyarakat kota, perluasan jaringan jalan dari satu kota ke kota lain, dan kebutuhan timbal balik antara kota itu dari integrasi atau pengaruh kota terhadap kota yang lainnya. Menurut Edward Ullman, ada tiga faktor utama yang memengaruhi timbulnya interaksi antar wilayah.

a. Adanya wilayah-wilayah yang saling melengkapi (Regional complementarity).
b. Adanya kesempatan untuk berintervensi (Interventing opportunity).
c. Adanya kemudahan transfer atau pemindahan dalam ruang (Spatial transfer ability).




           Interaksi antara dua kelompok manusia satu dengan kelompok lainnya sebagai produsen dan konsumen serta barang-barang yang diperlukan, menunjukkan adanya gerakan (movement). Produsen suatu barang umumnya terletak ditempat tertentu dalam ruang geografis (geographical space), sedang para pelanggan tersebar dengan berbagai jarak di sekitar produsen. Sebelum terjadi transaksi harus ada gerakan terlebih dulu.

             Frekuensi gerakan antara produsen dan pelanggan dipengaruhi oleh prinsip optimalisasi, oleh persyaratan “treshold”yaitu jumlah minimal penduduk yang diperlukan, dalam hal ini adalah pemakai yang dapat dipakai sebagai dasar perhitungan untuk mendirikan suatu unit usaha .Faktor “range” jarak juga merupakan faktor penting yang menentukan interaksi antar wilayah. Luas sempitnya areal interaksi tergantung pada:

  1. Tinggi rendah treshold
  2. Padat tidaknya kawasan
  3. Perbedaan kultur dan perbedaan daya beli penduduk
  4. Faktor lain yang berpengaruh


Teori-Teori Interaksi

A. Teori Gravitasi
Teori gravitasi dikemukakan oleh Sir Isaac Newton (1687) dalam hukum fisika. Teori
gravitasi berkaitan dengan hukum gaya tarik menarik antara dua buah benda. Kekuatan
tarik-menarik besarnya berbanding lurus dengan hasil kali kedua massa benda dan
berbanding terbalik dengan kuadrat jaraknya.


Hukum Newton diterapkan oleh W.J. Reilly (1929) untuk menghitung kekuatan
interaksi antara dua wilayah dengan memperhitungkan jumlah penduduk tiap-tiap
wilayah dan jarak antarkedua wilayah tersebut.



Contoh
Misal ada tiga kota P, Q, R, jumlah penduduk P = 30.000 orang, kota Q = 10.000 orang,
kota R = 20.000 orang. Jarak P ke Q adalah 100 km, jarak dari Q ke R adalah 50 km.
Hitunglah besarnya kekuatan interaksi dari ketiga kota tersebut!


Rumus Reilly dapat diterapkan jika:
1) kondisi penduduk/tingkat ekonomi tiap-tiap wilayah relatif sama,
2) kondisi alam/relief kedua wilayah relief sama,
3) keadaan sarana dan prasarana transportasi kedua wilayah relatif sama.

B. Teori Titik Henti
Teori ini dimanfaatkan untuk memperkirakan lokasi garis batas yang memisahkan
wilayah-wilayah perdagangan dari dua buah kota yang berbeda ukurannya. Dengan
teori ini, dapat diperkirakan penempatan lokasi industri atau pelayanan-pelayanan
sosial antara dua wilayah sehingga dapat dijangkau oleh penduduk kedua daerah
tersebut.

Contoh:
Ada tiga kota P, Q, R, penduduk P sebesar 30.000 orang, penduduk Q sebesar 10.000
orang, penduduk R sebesar 20.000 orang. Jarak P – Q adalah 100 km, jarak Q – R adalah
50 km. Tentukan lokasi titik henti antara P dan Q serta Q dan R!


C. Teori Potensi Penduduk
          Potensi penduduk pada dasarnya menunjukkan kekuatan potensi aliran untuk tiap-tiap tempat, artinya berapa besar kemungkinan penduduk suatu wilayah untuk mengadakan migrasi dan berinteraksi dengan wilayah-wilayah lain di sekitarnya. Nilai potensi penduduk suatu wilayah digambarkan dengan isoplet yaitu garis-garis khayal pada peta yang menghubungkan tempat-tempat yang memiliki nilai potensi penduduk yang sama. Peta potensi penduduk bermanfaat dalam perencanaan pembangunan suatu wilayah.

D. Teori Grafik atau Indeks Konektivitas
          Teori indeks konektivitas pertama kali dikemukakan oleh K.J. Kansky dalam tulisannya berjudul “Structure of transportation Networks”.    Faktor yang mendukung kekuatan interaksi antar wilayah diantaranya adalah transportasi. Kualitas sarana dan prasarana transportasi sangat memperlancar mobilitas barang dan jasa dari suatu tempat ke tempat lain. Suatu wilayah dengan wilayah lain dihubungkan oleh jalur-jalur transportasi sehingga membentuk pola-pola jaringan tertentu dalam ruang di muka bumi (spatial network system). K.J. Kansky merumuskan, untuk mengetahui kekuatan interaksi antar wilayah dilihat dari jaringan jalan dengan rumus indeks konektivitas.


Zona Interaksi Desa Kota
Wilayah kota yang berinteraksi dengan wilayah pedesaan, kekuatannya tergantung
pada jarak ke pusat kota. Makin jauh dari kota makin lemah interaksinya. Wilayah-wilayah
interaksi tersebut membentuk lingkaran-lingkaran yang dimulai dari pusat kota sampai ke
wilayah pedesaan. Menurut Bintarto, wilayah-wilayah zona interaksi adalah sebagai
berikut.

a)   City adalah sebagai pusat kota.
b)   Suburban (subdaerah perkotaan), yaitu suatu wilayah yang lokasinya dekat dengan pusat kota, dan merupakan tempat tinggal para penglaju. Penglaju adalah penduduk
yang melakukan mobilitas harian (tanpa menginap) di kota.
c)   Suburban fringe (jalur tepi subdaerah perkotaan), yaitu suatu wilayah yang melingkari
d)   suburban dan merupakan peralihan antara desa dan kota.
e)   Urban fringe (jalur tepi daerah perkotaan paling luar), yaitu suatu wilayah batas luar
kota yang mempunyai sifat-sifat mirip kota kecuali pusat kota.
f)    Rural urban fringe (jalur batas desa – kota), yaitu suatu wilayah yang terletak antara
desa dan kota yang ditandai dengan penggunaan lahan campuran antara sektor
pertanian dan nonpertanian.
g)   Rural, yaitu daerah pedesaan.


Pengaruh Interaksi Desa Kota
Wujud interaksi desa dan kota dalam kehidupan sehari-hari.
a. Pergerakan barang dari desa ke kota atau sebaliknya.
b. Pergerakan gagasan dan informasi dari kota ke desa.
c. Adanya komunikasi penduduk antara kedua wilayah tersebut.
d. Pergerakan manusia dalam bentuk rekreasi, urbanisasi, dan mobilitas penduduk.

Pengaruh positif yang timbul dari interaksi desa – kota adalah sebagai berikut.
a.   Tingkat pengetahuan penduduk meningkat karena telah didirikannya sekolah dasar hingga sekolah menengah di pedesaan.
b.   Lancarnya transportasi desa – kota dapat meningkatkan komunikasi dan pengiriman barang dari desa ke kota atau sebaliknya.
c.   Masuknya teknologi tepat guna ke pedesaan di bidang pertanian dan peternakan dapat meningkatkan aneka produksi sehingga pendapatan masyarakat desa meningkat pula.
d.   Masuknya para ahli ke pedesaan bermanfaat dalam menciptakan berbagai peluang yang berinteraksi ekonomi.
e.   Bantuan dari pemerintah dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas di bidang wiraswasta.
f.   Pengetahuan masalah kependudukan khususnya NKKBS (Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera) sudah tersebar ke desa-desa.
g.   Berkembangnya organisasi sosial dan koperasi desa guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi desa.

Selain pengaruh positif di atas, interaksi desa – kota dapat menimbulkan pengaruh negatif.
a.   Berkurangnya tenaga kerja produktif di desa karena penduduk desa berusia muda bekerja di kota.
b.   Menyempitnya lahan pertanian, hilangnya kawasan hijau, dan berubahnya lahan desa.
c.   Penetrasi kebudayaan kota ke desa yang kurang sesuai dengan budaya atau tradisi desa cenderung mengganggu tata pergaulan dan seni budaya desa.
d.   Munculnya berbagai masalah sosial, seperti pengangguran, tunasusila, tunawisma, dan kriminalitas.
e.   Munculnya daerah kumuh (slum area)




Rabu, 06 April 2022

10 SIFAT FISIK MINERAL








Semua materi mineral   memiliki susunan kimiawi tertentu dan disusun oleh atom – atom yang teratur. Setiap mineral mempunyai sifat kimia ataupun fisika yang berbeda antara mineral satu dengan mineral yang lainnya. Dengan mempelajari sifat – sifat tersebut, setiap mineral akan mudah untuk diidentifikasi susunan kimianya dalam batasan tertentu. Sifat – sifat fisik mineral berupa:

1. Struktur (Form)

Bentuk – bentuk mineral dapat dikatakan kristalin apabila mineral tersebut memiliki bidang kristal yang cukup jelas dan khas atau disebut dengan amorf. Kekhasan yang dimiliki mineral kristalin dapat berupa:

  • Bangun kubus: galena, pirit.
  • Bangun pimatik: piroksen, ampibole.
  • Bangun doecahedon: garnet.
  • Mineral amorf: chert, flint.

Mineral – mineral yang ada di alam biasanya jarang ditemui dalam bentuk kristalin, hal ini disebabkan adanya gangguan dari proses – proses lain. Sehingga dalam proses pembentukannya mineral tersebut bergantung pada kondisi lingkungannya, biasanya akan mengakibatkan bentuk mineral kristal yang khas bisa berdiri sendiri maupun berkelompok. Kelompok mineral kristal atau agrasi mineral dapat dikelompokan berdasarkan strukturnya, yaitu:

  • Struktur granular atau struktur butiran

Terdiri atas butiran – butiran mineral yang memiliki dimensi yang sama atau isometrik. Berdasarkan ukuran butirannya, dapat dibedakan menjadi penerokristalin/kriptokristalin yaitu mineral yang dapat dilihat dengan mata telanjang dan sakaroidal yaitu mineral yang memiliki ukuran sebesar gula pasir.

  • Struktur kolom

Terdiri atas bentuk prisma panjang dan ramping. Jika bentuk prisma tersebut cukup panjang dan halus, maka mineral tersebut mempunyai struktur fibrous atau struktur berserat. Struktur kolom sendiri dibedakan menjadi struktur jaring – jaring (retikuler), struktur bintang (stelated) dan radier.

  • Struktur lembaran atau lameler

Terdiri atas lembaran – lembaran mineral. Individu – individu dari mineral yang berbentuk pipih disebut struktur tabuler contohnya yaitu mika. Struktur lembaran dibedakan menjadi 2 yaitu struktur konsentris, tabular dan foliasi.

  • Struktur imitasi

Merupakan kelompok mineral yang memiliki kemiripan dalam hal bentuk dengan benda lain, seperti asikular, filiformis, membilah dan lain sebagainya. Biasanya mineral ini dapat berkelompok maupun berdiri sendiri.

2. Pecahan (Fracture)

Pecahan mineral terbagi menjadi:

  • Concoidal: pecahan yang membentuk gelombang melengkung pada permukaan pecahan, seperti pecahan botol atau kenampakan kulit kerang, contohnya yaitu kuarsa.
  • Splintery/Fibrous: pecahan yang memperlihatkan seperti serat. Contohnya yaitu asbes, augit dan hipersten.
  • Even: pecahan yang dihasilkan bentuk permukaan yang halus. Contohnya limonit.
  • Uneven: pecahan yang dihasilkan memiliki bentuk permukaan yang kasar. Contohnya magnetit, hematite, kalkopirite dan garnet.
  • Hackly: pecahan tersebut menghasilkan permukaan yang kasar, tidak teratur dan runcing – runcing. Contohnya yaitu native elemen emas dan perak.

3. Kilap (Luster)

Kilap adalah kesan yang diberikan oleh mineral saat terkena pantulan cahaya. Kilap sendiri dibedakan menjadi 2 yaitu:

  • Kilap Logam: Pantulan oleh cahaya memberikan kesan seperti logam. Kilap jenis ini biasa ditemukan pada mineral yang mengandung logam atau mineral bijih seperti emas, pirit, kalkopirit dan galena.
  • Kilap Non Logam: Kilap ini tidak memberikan kesan logam saat terkena cahaya. Kilap non logam dapat dibedakan menjadi:
    • Kilap kaca atau vitreous luster: kesan yang diberikan seperti kaca saat terkena cahaya. Contohnya yaitu kuarsa, kalsit dan halit.
    • Kilap intan atau adamantine luster: kasan yang diberikan seperti intan saat terkena cahaya contohnya intan.
    • Kilap sutera atau silky luster: memberikan kesan seperti sutera dan biasanya ditemukan pada mineral yang memiliki struktur serat, seperti gipsum, asbes dan aktinolit.
    • Kilap damar atau resinous luster: kasan yang diberikan seperti damar, contohnya resin dan sfalerit.
    • Kilap mutiara atau pearl luster: kesan yang diberikan seperti mutiara atau bagian dalam dari cangkang kerang, contohnya yaitu talk, muskovit, dolomit dan tremolit.
    • Kilap lemak atau greasy luster: mirip dengan sabun atau lemak, contohnya talk dan serpentin.
    • Kilap tanah: memiliki kenampakan buram seperti halnya tanah, contohnya kaolin, bentonit, dan limonit.

4. Kekerasan (Hardness)

Ketahanan suatu mineral terhadap goresan itulah yang dinamakan kekerasan dalam mineral. Untuk mengetahui tingkat kekerasan mineral, secara relatif dapat menggunakan skala Mohs yang dimulai dari angka 1 yang artinya paling lunak hingga angka 10 yang berarti mineral tersebut paling keras. Skala Mohs meliputi:

(1) Talk

(2) Gipsum

(3) Kalsit

(4) Fluorit

(5) Apatit

(6) Feldspar

(7) Kuarsa

(8) Topaz

(9) Korundum

(10) Intan

Seperti yang kita ketahui jika skala Mohs merupakan skala yang relatif. Untuk mengukur kekerasan ini, dapat menggunakan alat – alat sederhana seperti kuku, pisau baja dan lain sebagainya, seperti pada daftar di bawah ini:

Alat Penguji[/th] [th]Derajat Kekerasan Mohs

Kuku Manusia[/td] [td]2,5

Kawat Tembaga[/td] [td]3

Pecahan Kaca[/td] [td]5,5 – 6

Pisau Baja[/td] [td]5,5 – 6

Kikir Baja[/td] [td]6,5 – 7

5. Warna (Colour)

Warna pada mineral adalah kenampakan yang dapat dilihat secara langsung jika terkena cahaya. Warna mineral dibedakan menjadi:

  • Idiokromatik

Warna mineral akan selalu sama atau tetap. Biasanya ditemukan pada mineral – mineral yang tidak bisa tembus cahaya (opak), seperti magnetik, pirit dan galena.

  • Alokromatik

Warna mineral tidak tetap atau dapat berubah, hal ini tergantung dari meterial pengotornya dan biasanya dapat ditembus cahaya, seperti kalsit dan kuarsa.

6. Cerat (Streak)

Cerat merupakan warna dari mineral dalam wujud serbuk atau hancuran. Warna mineral ini dapat diperoleh jika mineral digoreskan pada bagian kasar seperti kepingan porselin atau dilakukan penumbukan mineral lalu dilihat warna bubuk tersebut. Cerat dapat sama dengan warna asli dari mineral namun ada juga yang berbeda, seperti contoh

  • Pirit: berwarna keemasan, saat digores hasil serbuknya akan menjadi warna hitam.
  • Hematit: berwarna merah, namun hasil serbuk akan berwarna merah kecoklatan.
  • Biotite: cerat tidak berwarna

7. Belahan (Cleavage)

Belahan merupakan kenampakan dari mineral yang berdasarkan kemampuannya untuk membelah melalui bidang belahan yang rata dan juga licin. Biasanya bidang belahan berbentuk sejajar dengan bidang tertentu. Contoh mineral yang dapat membelah yaitu kalsit. Kalsit memiliki tiga arah belahan sedangkan untuk kuarsa, tidak memiliki belahan. Belahan sendiri terbagi menjadi:

  • Belahan satu arah, contohnya: muscovite
  • Belahan dua arah, contohnya: feldspar
  • Belahan tiga arah, contohnya: halit dan kalsit

8. Berat Jenis (Specific Gravity)

Merupakan perbandingan antara berat pada mineral dengan volume mineral. Untuk mengetahui berat jenis mineral yaitu dengan cara menimbang terlebih dahulu mineral tersebut. Selanjutnya, untuk mendapatkan volume mineral, dapat dilakukan dengan memasukannya ke dalam air yang berada di gelas ukur. Volume air awal atau sebelum dimasukan mineral, dikurangi dengan volume air akhir atau setelah dimasukan mineral. Itulah jumlah volume mineral.

9. Kemagnetan

Sifat dari mineral terhadap gaya magnet. Berdasarkan reaksi mineral saat dipapar medan magnet, dibedakan menjadi tiga jenis:

  • Ferromagnetik

Mineral – mineral ferromagnetik akan mudah untuk ditarik atau diterik dengan kuat jika terdapat medan magnet dari luar. Mineral ferromagnetik memiliki sifat kemagnetan yang permanen. Contohnya yaitu magnetit, pyrrhotit, isovite, symthite dan lain sebagainya.

  • Paramagnetik

Mineral – mineral paramagnetik akan diterik oleh medan magnet hanya sementara saja. Mineral ini akan bersifat magnetik saat berada dekat disekitar medan magnet, jika dijauhkan dari medan magnet akan hilang sifat kemagnetannya. Contohnya yaitu hematit, pirit, olivin, mineral mika dan lain – lain.

  • Diamagnetik

Mineral – mineral yang tidak akan tertarik oleh medan magnet. Mineral diamagnetik sebenarnya sedikit menolak medan magnet, dan yang termasuk mineral ini yaitu sulfur, kuarsa, calcite, ortoklas, gipsum, talk, intan dan lain – lain.

10. Sifat Dalam (Tenacity)

Merupakan sifat fisik mineral saat kita mematahkan, menghancurkan, membengkokkan, memotong atau mengiris. Dan yang termasuk ke dalam sifat dalam yaitu:

  • Rapuh (brittle): mudah hancur namun biasa terpotong (kuarsa, pirit, kalsit)
  • Mudah ditempa (malleable): bisa ditempa menjadi lapisan tipis (emas dan tembaga)
  • Dapat diiris (secitile): mampu diiris dengan pisau, hasil irisan sangat rapuh (gypsum)
  • Fleksibel: mineral dalam bentuk lapisan tipis, mampu dibengkokkan tanpa patah namun jika sudah bengkok tidak dapat kembali ke bentuk semula (talk dan selenit).
  • Blastik: mineral dalam bentuk lapisan tipis,saat dibengkokkan dapat kembali ke bentuk semula jika dihentikan tekanannya (muskovit).